Menghitung Rasio Kompresi Mesin Motor Dengan Metode Buret
Rasio kompresi enggak kalah penting ketimbang mengorek
pacuan balap. Tapi, belum semua mekanik bisa menghitung atau tahu cara
mencari rasio kompresi, lho.
Nah, buat mekanik atau tunner yang belum paham cara menghitung rasio kompresi ini, yukz kita belajar bareng aja. Caranya pun enggak sulit-sulit kok.
Ada dua cara yang bisa dilakukan. Keduanya pun menggunakan metode buret. Iya, pakai tabung kaca yang memiliki garis ukur dan sumbat keran di bagian bawahnya buat meneteskan cairan. Cairan yang dipakai, bisa campuran dari bensin dan oli agar tak cepat menguap.
Langkah pertama, dilakukan ketika piston berada dalam posisi TMA (Titik Mati Atas). Pertama, buka dulu kepala silinder di pacuan. Setelah memastikan piston berada di posisi puncak, lapisi bagian celah piston dengan linner pakai gemuk atau grease.
Tujuannya, agar cairan buret ini tidak tembus atau mengalir ke crankcase. Sehingga, cairan tetap berada di ruang bakar. Tak tertinggal, lapisi juga bagian klep pakai grease.
Jika sudah, pasang kembali kepala silinder seperti halnya mesin siap pakai. Kini alirkan atau teteskan cairan yang ada di dalam buret melalui derat lubang busi di kepala silinder.
Kini, hitung berapa cc volume cairan yang terpakai buat mengisi ruang bakar itu. Setelah itu, cairan itu juga dikurangi volume di derat busi.
Nah, buat mekanik atau tunner yang belum paham cara menghitung rasio kompresi ini, yukz kita belajar bareng aja. Caranya pun enggak sulit-sulit kok.
Ada dua cara yang bisa dilakukan. Keduanya pun menggunakan metode buret. Iya, pakai tabung kaca yang memiliki garis ukur dan sumbat keran di bagian bawahnya buat meneteskan cairan. Cairan yang dipakai, bisa campuran dari bensin dan oli agar tak cepat menguap.
Langkah pertama, dilakukan ketika piston berada dalam posisi TMA (Titik Mati Atas). Pertama, buka dulu kepala silinder di pacuan. Setelah memastikan piston berada di posisi puncak, lapisi bagian celah piston dengan linner pakai gemuk atau grease.
Tujuannya, agar cairan buret ini tidak tembus atau mengalir ke crankcase. Sehingga, cairan tetap berada di ruang bakar. Tak tertinggal, lapisi juga bagian klep pakai grease.
Jika sudah, pasang kembali kepala silinder seperti halnya mesin siap pakai. Kini alirkan atau teteskan cairan yang ada di dalam buret melalui derat lubang busi di kepala silinder.
Kini, hitung berapa cc volume cairan yang terpakai buat mengisi ruang bakar itu. Setelah itu, cairan itu juga dikurangi volume di derat busi.
"Volume derat busi, tergantung dari tipe busi. Busi derat pendek,
biasanya memiliki volume sekitar 0,6 cc. Tapi kalau busi derat panjang,
0,8 cc,” ujar Suhardi Kampret yang tunner tim Honda Kawahara Racing PCO
Cycles.
Jika sudah, hasil yang didapat juga ditambahkan kapasitas mesin. Kalau bore up, tentu harus hitung ulang volume silinder sekarang. Setelah itu, hasil tersebut dibagi lagi dengan volume cairan lagi dan barulah didapat hasilnya. Biar mudah, kita bikin rumus aja ya.
A – B + C
__________ = D
B
A: volume cairan terpakai
B: volume derat busi
C: volume silinder
D: rasio kompresi
Misal, diketahui A = 15 cc. B = 0,6 cc.
C = 150 cc. Dengan rumus di atas.
15 – 0,6 + 150
_____________ = 11,41
0,6
Jadi, rasio kompresi 11,4 : 1
Jika sudah, hasil yang didapat juga ditambahkan kapasitas mesin. Kalau bore up, tentu harus hitung ulang volume silinder sekarang. Setelah itu, hasil tersebut dibagi lagi dengan volume cairan lagi dan barulah didapat hasilnya. Biar mudah, kita bikin rumus aja ya.
A – B + C
__________ = D
B
A: volume cairan terpakai
B: volume derat busi
C: volume silinder
D: rasio kompresi
Misal, diketahui A = 15 cc. B = 0,6 cc.
C = 150 cc. Dengan rumus di atas.
15 – 0,6 + 150
_____________ = 11,41
0,6
Jadi, rasio kompresi 11,4 : 1
BISA KETIKA TMB
Selain melalui posisi piston di TMA (Titik Mati Atas), pengukuran juga bisa dilakukan ketika piston berada di posisi TMB (Titik Mati Bawah). Menariknya, ternyata hasil yang didapat bisa sedikit berbeda lho.
Terutama dari sisi rasio kompresi yang dihasilkan. Biasanya, pengukuran di TMB akan sedikit lebih rendah hasilnya ketimbang di TMA. Menurut Kampret, hal ini bisa terjadi karena perbedaan posisi piston.
"Perbedaan terjadi karena biasanya posisi piston dan setang agak sedikit miring. Tapi, kalau di bawah, murni mendem. Perbedaannya mungkin hanya sekitar 0,1 atau 0,2,” beber Kampret yang lama malang melintang di dunia balap motor Tanah Air. Misalnya di TMA 14,3 : 1, maka di TMB 14,2 : 1. Meski cuma beda 0,1, tapi siginifikan juga, lho.
Selain melalui posisi piston di TMA (Titik Mati Atas), pengukuran juga bisa dilakukan ketika piston berada di posisi TMB (Titik Mati Bawah). Menariknya, ternyata hasil yang didapat bisa sedikit berbeda lho.
Terutama dari sisi rasio kompresi yang dihasilkan. Biasanya, pengukuran di TMB akan sedikit lebih rendah hasilnya ketimbang di TMA. Menurut Kampret, hal ini bisa terjadi karena perbedaan posisi piston.
"Perbedaan terjadi karena biasanya posisi piston dan setang agak sedikit miring. Tapi, kalau di bawah, murni mendem. Perbedaannya mungkin hanya sekitar 0,1 atau 0,2,” beber Kampret yang lama malang melintang di dunia balap motor Tanah Air. Misalnya di TMA 14,3 : 1, maka di TMB 14,2 : 1. Meski cuma beda 0,1, tapi siginifikan juga, lho.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar